PEMBAHASAN KEEMPAT : SEBAB-SEBAB PENYIMPANGAN KAUM KHAWARIJ
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berusaha menganalisa faktor-faktor
penyebab munculnya bid’ah Khawarij dan berusaha menjelaskan cara-cara
setan dalam menjerat mereka. Salah satunya adalah dengan menjadikan
bid’ah yang mereka lakukan seolah-olah bagus dan indah serta layak
diikuti dan diterima. Sehingga harus dibela dengan pedang oleh imam beserta jama’ah mereka.
Berikut ini akan kami sebutkan beberapa faktor yang dipaparkan oleh
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, yang merupakan sebab
penyimpangan dan kesesatan kaum Khawarij. Sekaligus faktor penyebab
berkembangnya bid’ah mereka di tengah-tengah manusia.
1.Sikap Wara’ Yang Semu Sebagai Akibat Dari Kedangkalan Ilmu Mereka.
Banyak sekali orang yang bersikap wara’ terhadap hal-hal tertentu.
Namun di lain pihak justru meninggalkan perkara-perkara yang diwajibkan
atas mereka. Diantara mereka ada yang melakukan perkara-perkara syubhat
dengan berpijak kepada persangkaan dusta belaka. Ironinya mereka
menganggap hal itu sebuah kewara’an, disebabkan karena kedangkalan ilmu
dan piciknya pemahaman mereka. Hingga mereka jadikan sebagai sesuatu
yang harus diikuti layaknya sebuah syariat.
Disebabkan sikap
wara’ semu yang ditunjukkan oleh kaum Khawarij tersebut, seperti
berlebih-lebihan dalam menyikapi perkara kezhaliman dan kemaksiatan, dan
keyakinan mereka yang keliru tentang ancaman Allah yang pasti
ditepati-Nya dan tidak akan dipungkiri. Akibatnya mereka malah
meninggalkan kewajiban mentaati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
dan meninggalkan berhukum kepada sunnah beliau dalam masalah vonis
memvonis. Serta meninggalkan kewajiban berlaku belas kasih terhadap kaum
mukminin. Sehingga mereka jatuh ke dalam bid’ah yang besar! Sehingga
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencela dan memerintahkan untuk
memerangi mereka.
Berkaitan dengan perkara di atas Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa
(XX/140): “Sikap wara seperti itu telah menjerumuskan pelakunya ke dalam
bid’ah yang besar. Sama halnya sikap wara’ yang ditunjukkan oleh kaum
Khawarij, Syi’ah Rafidhah, Mu’tazilah dan kelompok-kelompok bid’ah
lainnya. Mereka bersikap wara’ secara berlebihan terhadap kezhaliman
atau sesuatu yang mereka anggap kezhaliman dengan menjauhi orang-orang
yang berbuat zhalim, sayangnya mereka justru meninggalkan kewajiban yang
dibebankan atas mereka, seperti shalat jum’at, shalat jama’ah, haji,
jihad dan memberi nasehat serta berlaku kasih sayang kepada kaum
muslimin. Orang-orang yang bersikap wara’ seperti itulah yang disanggah
oleh para imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, seperti imam yang empat. Mereka
menyebutkan hal ini dalam deretan prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Kemudian belaiu menjelaskan bahwa sikap wara’ yang semu ini hanya akan
dapat diperbaiki dengan ilmu yang memadai, pemahaman yang mapan dan rasa
kasih sayang yang dalam. Beliau berkata dalam kitab Al-Majmu’
(XX/141-142):
“Oleh sebab itu seorang yang wara’ membutuhkan ilmu
yang cukup tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah dan pemahaman dalam agama.
Jika tidak maka sikap wara’nya itu lebih banyak mendatangkan kerusakan
daripada maslahat. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum kafir, ahli
bid’ah, Khawarij, Rafidhah dan lain-lain.
Wara’ yang dianjurkan oleh syariat -yang justru dilanggar oleh kaum Khawarij- adalah:
Harus melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram.
Perbuatannya harus sesuai dengan sunnah nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Harus dalam lingkupan rasa takut dan pengharapan.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hal ini dalam Majmu’ Fatawa
(XX/110-111): “Contohnya adalah kaum Al-Wa’idiyah dari kalangan Khawarij
dan sejenisnya, yang menanggapi perkara maksiat dan larangan secara
berlebihan. Dalam hal mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan mengagungkannya
mereka sudah baik, namun sayangnya hal itu mereka lakukan di atas dasar
menyelisihi sunnah nabi dan atas dasar pengingkaran mereka terhadap
kewajiban mengasihi kaum mukminin meskipun melakukan dosa besar.”
2. Menyamaratakan Antara Kesalahan Dan Dosa.
Sebagaimana sudah dimaklumi bahwa pemabahasan tentang status hukum
seorang muslim yang fasik merupakan sebab pertama terjadinya bid’ah di
dalam agama. Kaum Khawarij berkata: “Orang fasik itu hukumnya kafir”
mereka meyakini kebenaran infadzul wa’id (kebenaran ancaman Allah
terhadap orang-orang fasik), menurut mereka maknanya adalah:
“Orang-orang fasik kekal dalam neraka dan tidak akan dapat keluar
darinya dengan syafaat atau dengan yang lainnya.” Hal itu hanya untuk
menetapkan bahwa Allah benar-benar menepati janji dan tidak
memungkirinya. Menurut mereka bila ancaman bersifat umum telah
dikeluarkan maka akan terhitung pengingkaran apabila tidak
membenarkannya. Mereka keliru dalam memahami sebuah ancaman. Mereka
samakan antara dosa dan ancaman dengan kesalahan.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(XXXV/69-70): “Kelompok-kelompok sesat menyamaratakan antara kesalahan
dan dosa. Kadangkala mereka bersikap berlebihan dalam masalah ini. Ada
yang berkata: “Orang-orang itu ma’shum!” Dan sebagian lagi berkata:
“Orang-orang itu termasuk pembangkang karena kesalahan yang
dilakukannya!” Ahli ilmu bukanlah orang yang ma’shum dan bukan pula
orang yang tidak berdosa.
Faktor inilah yang banyak melahirkan
kelompok-kelompok bid’ah dan menyimpang. Sebagian kelompok tersebut ada
yang mencaci dan melaknat Salafus Shalih dengan alasan mereka telah
melakukan dosa dan pelaku dosa tersebut berhak dilaknat. Bahkan mereka
tidak segan menjatuhkan vonis fasik atau kafir terhadap Salafus Shalih.
Sebagaimana dilakukan oleh kaum Khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Affan dan orang-orang yang mendukung mereka berdua,
mengutuk dan mencaci mereka dan menghalalkan darah mereka…!”
3. Kesalahan Dlam Memahami Dalil.
Kesalahan ini tampak lebih jelas dalam memahami nash-nash berisi
ancaman dan beberapa masalah yang berkaitan dengan pengkafiran kaum
muslimin. Demikian pula dalam memahami nash-nash tentang amar ma’ruf
nahi mungkar dan beberapa hal yang berkenaan dengan pembangkangan dan
perlawanan terhadap penguasa.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah dalam kitab Dar’u Ta’arudhi Al-Aql wan Naql (I/141)
berkata: “Kaum Khawarij yang mentakwil secara keliru ayat-ayat Al-Qur’an
dan mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka lebih baik
keadaannya dari pada mereka (kaum Jahmiyah). Sebab kaum Khawarij
tersebut menjatuhkan vonis kafir atas dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hanya saja mereka keliru dalam memahami nash Al-Qur’an dan As-Sunnah
tersebut. Adapun kaum Jahmiyah menjatuhkan vonis kafir atas dasar ucapan
yang Allah tidak menurunkan keterangan tentangnya.”
4. Kesalahan Dalam Menetapkan Wasilah Dan Target.
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu perintah syariat yang
memiliki kaidah-kaidah, batasan dan wasilah tertentu. Kaum Khawarij
-disebabkan berpalingnya mereka dari Sunnah nabi- justru memutarbalikkan
perkara, mereka jadikan perkara ma’ruf sebagai perkara mungkar dan
perkara mungkar sebagai perkara ma’ruf. Bahkan mereka tidak mengetahui
wasilah amar ma’ruf nahi mungkar, mana saja mendatangkan maslahat dan
mana saja yang tidak mendatangkan maslahat. Mereka keliru dalam
menetapkan wasilah dan menentukan target.
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’Fatawa (XXVIII/128) ketika mengulas
kesalahan yang dilakukan manusia berkaitan dengan amar ma’ruf nahi
mungkar berkata: “Kelompok kedua: Orang-orang yang ingin menegakkan amar
ma’ruf nahi mungkar dengan lisan ataupun dengan tangan (kekuatan)
secara membabi buta tanpa bimbingan ilmu, sikap santun, kesabaran dan
tanpa mempertimbangkan mana yang mendatangkan maslahat dan mana yang
tidak, mana yang sanggup dilakukan dan mana yang tidak. ia melakukan
amar ma’ruf atau nahi mungkar dengan anggapan bahwa ia sanggup
melakukannya demi membela agama Allah dan sunnah rasul-Nya, sayangnya ia
malah melanggar batasan-batasan syariat. Sebagaimana hal ini banyak
dilakukan oleh ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu, seperti kaum
Khawarij, Mu’tazilah, Rafidhah serta kelompok-kelompok bid’ah lainnya
yang keliru dalam menegakkan jihad beramar ma’ruf nahi mungkar.
Akibatnya kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada maslahatnya.
Oleh sebab itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
kita agar bersabar terhadap kezhaliman para penguasa dan melarang
memerangi mereka selama mereka masih menegakkan shalat. Beliau bersabda:
أَدُّوا إِلَيْهِمْ حُقُوْقَهُمْ وَ سَلُوْا اللهَ حُقُوْقَكُمْ
Tunaikanlah hak-hak mereka dan mintalah kepada Allah hak-hak kalian”
Kami telah beberapa kali menjelaskan hal ini panjang lebar di tempat lain.”
5. Kesalahan Dlam Menempatkan Dalil Dan Kandungan Dalil Tersebut.
Kaum Khawarij ini biasanya meyakini sebuah pendapat terlebih dahulu
baru mencari-cari ayat Al-Qur’an yang dikira mendukung pendapat
tersebut. Sementara tidak ada pendahulu bagi mereka dari kalangan
sahabat maupun generasi yang mengikuti mereka dengan baik. Dan tidak
pula dari kalangan para imam yang mendukung pendapat atau penafsiran
mereka tersebut. Dalam hal ini mereka memakai dua metodologi:
• Mementahkan kandungan nash-nash Al-Qur’an.
• Menempatkan nash-nash tersebut tidak pada tempatnya.
Maka kesalahan mereka terpulang kepada dua perkara: kesalahan mereka
dalam meyakini keyakinan-keyakinan batil dan kesalahan mereka dalam cara
menetapkan keyakinan-keyakinan batil tersebut.
Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa (XIII/356):
“Orang-orang yang keliru dalam menetapkan dalil dan kandungan yang
terdapat dalam dalil -seperti kelompok-kelompok ahli bid’ah- meyakini
sebuah pendapat yang menyelisihi kebenaran yang diyakini oleh umat ini
yang tidak akan bersepakat di atas kesesatan, dari kalangan Salaful
Ummah dan para imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka membawakan
ayat-ayat Al-Qur’an namun memahaminya dengan pendapat akal mereka.
Kadang kala mereka membawakan beberapa ayat Al-Qur’an untuk mendukung
keyakinan mereka padahal ayat tersebut bukanlah dalil yang mendukungnya.
Dan kadang kala mereka mentakwil dalil-dalil yang menyelisihi pendapat
mereka dengan memalingkan dalil tersebut dari makna yang sebenarnya.
Diantara kelompok itu adalah Khawarij, Rafidhah, Jahmiyah , Mu’tazilah,
Qadariyah, Murjiah dan lainnya.”
PEMBAHASAN KELIMA : EKSES-EKSES NEGATIF BID'AH KHAWARIJ
Ekses negatif yang ditimbulkan bid’ah Khawarij tidak hanya menyentuh
persoalan aqidah saja, bahkan juga menyentuh persoalan ibadah dan
mua’malah yang berakibat langsung kepada kehidupan dan aktifitas kaum
muslimin. Ekses-ekses negatif tersebut dapat kita simpulkan sebagai
berikut:
Pertama : Pemberontakan Bersenjata Terhadap Imam-Imam
Yang Berada Di Atas Petunjuk Dan Jama’ah Kaum Muslimin Serta Penguasa
Mereka.
Ini merupakan ekses negatif yang paling berbahaya yang
ditimbulkan oleh bid’ah Khawarij. Yang juga dapat mengakibatkan
kerusakan dien dan dunia.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XIII/35): “Kedua kelompok
tersebut (yaitu Rafidhah dan Khawarij) menghujat bahkan mengkafirkan
penguasa kaum muslimin. Mayoritas Khawarij mengkafirkan Utsman dan Ali
Radhiyallahu anhuma serta orang-orang yang mendukung mereka berdua. kaum
Rafidhah melaknat Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu anhum serta
orang-orang yang mendukung mereka. Akan tetapi kerusakan yang
ditimbulkan oleh Khawarij lebih nyata lagi, berupa pertumpahan darah,
perampasan harta, pemberontakan bersenjata, oleh sebab itu dalam
beberapa hadits shahih disebutkan perintah untuk memerani mereka.
Hadits-hadits yang berisi celaan dan perintah memerangi mereka sangat
banyak sekali. Hadits-hadits tersebut mutawatir menurut Ahli Hadits,
seperti halnya hadits ru’yah, azab kubur, hadits-hadits yang menjelaskan
tentang adanya syafaat dan haudh (telaga Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam).”
Kedua : Kebencian Mereka Terhadap Kaum Muslimin,
Pengkafiran, Hujatan Dan Laknat Serta Penghalalan Darah Dan Harta Kaum
Muslimin.
Setelah menyebutkan dua perkara di atas Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Oleh sebab itu setiap muslim harus
berhati-hati terhadap dua perkara di atas, dan juga seluruh perkara yang
dapat menimbulkan kebencian terhadap kaum muslimin, hujatan, laknat dan
penghalalan darah serta harta mereka….”
Ketiga : Menganggap
Negeri Kaum Muslimin Sebagai Darul Kufur Dan Harb (Negeri Kafir Dan
Boleh Diperangi). Dan Menganggap Negeri Merekalah Darul Hijrah.
Sikap seperti ini merupakan akibat dari bid’ah mereka. Hingga mereka
anggap halal menumpahkan darah kaum muslimin dan merampas harta mereka.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Kitab Majmu’ Fatawa
(XIX/73) berkata: “Perbedaan kedua antara Khawarij dengan ahlu bid’ah
yang lain adalah: Kaum Khawarij ini mengkafirkan orang yang berbuat dosa
dan kesalahan. Dan atas dasar itu mereka menghalalkan darah kaum
muslimin dan harta mereka. Dan menganggap negeri kaum muslimin sebagai
darul harb sementara negeri mereka adalah darul iman……”
Dalam
bagian lain ketika membahas perbedaan antara Khawarij dengan Mu’tazilah
(Majmu’ Fatawa XIII/98) beliau menambahkan: “Mereka sangat menjaga
kejujuran, seperti halnya Khawarij. Mereka tidak membuat-buat dusta
seperti halnya kaum Rafidhah. Dan mereka juga berpendapat bahwa tidak
boleh bernaung kecuali di negeri Islam, sebagimana halnya kaum
Khawarij……”
Catatan:
Lebih parah lagi, kaum Khawarij ini sengaja berhijrah ke Darul Kufur dan menetap di sana dengan dalih:
• Mereka tidak bisa sabar terhadap kezhaliman para penguasa muslim.
• Mereka lebih banyak menyerang negeri Islam daripada negeri kufur.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(III/355): “Kaum Khawarij ini mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi
mereka. Menghalalkan darah orang yang tidak sepaham dengan mereka dengan
tuduhan telah murtad menurut mereka. Suatu hal yang justru tidak mereka
terapkan terhadap orang yang benar-benar kafir. Sebagaimana disebutkan
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits:
يَقْتُلٌوْنَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَ يَدَعُوْنَ أَهْلَ الأَوْثَانِ
“Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala”
Keempat : Mereka Mengkafirkan Orang Yang Menyelisihi Mereka Dan Memaksa Orang Lain Untuk Mengikuti Bid’ah Mereka.
Ini merupakan perkara yang hampir dapat ditemui pada selurh
kelompok-kelompok yang menyelisihi sunnah, ahli bid’ah dan para pengikut
hawa nafsu. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(III/279): “Kaum Khawarij merupakan kelompok bid’ah pertama yang
mengkafirkan kaum muslimin, mengkafirkan orang karena berbuat dosa
besar, mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka, dan
menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.”
Itulah keadaan
ahli bid’ah yang mengada-adakan bid’ah dan mengkafirkan orang yang
menyelisihi bid’ah tersebut. Sementara Ahlu Sunnah wal Jama’ah mengikuti
Al-Qur’an dan As-Sunnah, mentaati Allah dan rasul-Nya, mengikuti
kebenaran dan berlaku belas kasih terhadap manusia.”
Kaum Khawarij mendasari bid’ah mereka dengan prinsip-prinsip bid’ah, persatuan ala hizbiyah serta pemikiran-pemikiran sesat.
Disamping itu mereka juga selalu mengamat-amati situasi dan kondisi
yang berkembang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi guna mempersiapkan
tempat yang layak mereka jadikan pangkalan demi mewujudkan tujuan
mereka. Oleh sebab itu aksi mereka tersebut terpusat pada point-point
berikut ini:
1. Menisbatkan diri kepada nama dan identitas yang
bersifat umum, bukan kepada nama dan identitas yang bersifat khusus
yang mengacu kepada manhaj Salafus Shalih.
Ketika membahas salah
satu kebiasaan ahli bid’ah yang bersembunyi dibalik manhaj Salaf,
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(IV/153): “Kelompok yang terkenal dengan bid’ahnya seperti kelompok
Khawarij dan Rafidhah tidak mengaku berada di atas manhaj salaf. Bahkan
mereka mengkafirkan Salafus Shalih. Demikian pula kaum Khawarij yang
telah mengkafirkan Utsman dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhuma dan
jumhur kaum muslimin dari kalangan sahabat dan tabi’in. Bagaimana
mungkin mereka mengaku berada di atas manhaj salaf?”
Catatan:
Bahkan kaum mukminin yang lemah yang berdomisili di negeri ahli bid’ah,
seperti Khawarij dan lainnya, terpaksa menyembunyikan keimanan dan
manhaj mereka. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(IV/149):
“Tidak ada satupun manhaj salaf yang harus disembunyikan
kecuali bila berada di negeri ahli bid’ah, seperti di daerah kekuasaan
Rafidhah dan Khawarij. Orang-orang mukmin yang lemah terpaksa
menyembunyikan keimanan dan manhaj mereka. sebagaimana banyak diantara
kaum mukminin yang menyembunyikan keimanan mereka di darul harb.”
2. Mencari-cari kesalahan ahlus sunnah wal jama’ah hingga dalam masalah ijtihadiyah.
Ketika membahas kelompok-kelompok ahli bid’ah yang terkenal dan sikap
mereka yang menolak mengikuti manhaj salaf Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata dalam Majmu’ Fatawa (IV/155): “Diantara sebab hujatan yang
ditujukan oleh ahli bid’ah kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
beberapa kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan oleh individu Ahlu
Sunnah dan kesalahan ijtihad sebagian ulama Ahlu Sunnah. Kesalahan dan
pelanggaran itu menjadi fitnah bagi orang-orang yang menyelisihi Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan yang jauh.”
3. Menurut Khawarij Ahlu Hadits adalah musuh bebuyutan yang harus ditumpas dengan segala cara.
Dalam Majmu’ Fatawa (XX/161) Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Setiap ahli bid’ah pasti berusaha menyembunyikan nash-nash yang
bertentangan dengan prinsip mereka dan nash-nash yang tidak mereka
sukai. Mereka tidak suka nash-nash tersebut dipublikasikan, diriwayatkan
dan dibicarakan. Dan juga membenci orang-orang yang melakukan hal itu.
Sebagaimana dikatakan oleh Salafus Shalih: Tidaklah seseorang jatuh ke
dalam sebuah bid’ah melainkan akan dicabut kenikmatan hadits dari
hatinya.”
4. Mencari-cari kesalahan penguasa dan memprovokasi
massa untuk melawan penguasa. Kemudian juga menghujat dan mengkafirkan
penguasa.
PEMBAHASAN KEENAM : WAKTU DAN TEMPAT KAUM KHAWARIJ MEMULAI AKSI MEREKA
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak hanya membahas dasar-dasar bid’ah
Khawarij, sebab-sebab munculnya dan ekses-ekses nagatifnya saja, bahkan
beliau juga mengungkap masalah yang lebih khusus lagi, yaitu masalah
waktu dan tempat kaum Khawarij memulai aksi mereka. Perlu diketahui
bahwa kaum Khawarij ini telah menetapkan waktu dan tempat mereka memulai
aksi jihad -demikian anggapan mereka-, didukung beberapa unsur yang
saling menguatkan sebagai mukaddimah berlangsungnya ‘pesta besar’
mereka.
1. Tempat Dan Waktu Memulai Aksi.
Kaum Khawarij
harus mendapatkan tempat yang cocok untuk memulai aksi. Setelah
melakukan persiapan dan saling bahu-membahu untuk menyukseskan aksi
mereka. Biasanya mereka memulai aksi selepas terjadinya peristiwa besar!
Syeikhul Islam rahimahullah mengungkap gerakan politik terselubung ini
dalam Majmu’ Fatawa (XXVIII/489), ketika beliau membahas kerusakan yang
ditimbulkan oleh madzhab Rafidhah dan Khawarij: “Faktor penyebabnya
adalah kaum Khawarij ini merupakan kelompok bid’ah pengikut hawa nafsu
yang pertama kali menyempal dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah, padahal
eksistensi Khulafaur Rasyidin serta kaum Muhajirin dan Anshar, pelita
ilmu dan iman, keadilan dan cahaya nubuwat serta kekuatan hujjah dan
kekuasaan masih ada. Saat itu Allah menegakkan dien ini atas agama yang
lainnya dengan kekuatan hujjah dan kekuasaan.
Sebab munculnya
aksi mereka adalah kebijaksanaan Amirul Mukminin Utsman bin Affan
Radhiyallahu anhu dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu serta
orang-orang yang mendukung mereka yang bersumber dari penakwilan mereka.
Rupanya hal itu tidak dapat diterima oleh kaum Khawarij. Mereka anggap
perkara ijtihad itu sebagai sebuah dosa. Bahkan menggolongkannya sebagai
dosa besar! Oleh sebab itu mereka tidak memberontak pada zaman
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, karena penakwilan seperti itu tidak
terjadi pada zaman kekhalifahan mereka berdua dan juga ketika itu kaum
Khawarij ini masih lemah.”
Jadi, mereka akan muncul pada dua kondisi:
• Peristiwa-peristiwa dan fitnah-fitnah yang terjadi bertepatan dengan takwil-takwil bid’ah mereka.
• Jumlah mereka yang memadai dan banyak.
2. Unsur-Unsur Pendukung Munculnya Aksi Khawarij.
Salah satu ciri khas Khawarij ini adalah mereka memiliki imam, jama’ah dan negeri (daerah kekuasaan/tempat berlindung).
Pertama: Mereka menyempal dari kaum muslimin.
Kedua: Mereka menyimpulkan ikatan wala’ dan bara’ (loyalitas dan permusuhan) atas dasar bid’ah mereka tersebut.
Kemudian imam mereka adalah imam tandingan bagi imam kaum muslimin yang
sah. Oleh sebab itu bid’ah Khawarij dan bid’ah Rafidhah bertemu pada
satu titik yang sama, yaitu masalah imamah dan khilafah! Berikut
merembet kepada seluruh perkara ibadah dan hukum-hukum syar’i.”
Mereka menganggap negeri mereka yang layak disebut sebaagi darul hijrah
dan darul iman. Sementara negeri kaum muslimin lainnya adalah darul
kufur dan harb. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan unsur-unsur
tersebut dalam Majmu’ fatawa (XIII/35): “Kaum Syi’ah ketika itu tidak
memiliki jama’ah dan imam, tidak pula memiliki negeri dan kekuatan untuk
memerangi kaum muslimin. Yang memiliki semua itu pada saat itu hanyalah
kaum Khawarij!
Ciri khas mereka adalah memiliki imam, jama’ah
dan negeri. Mereka anggap negeri mereka sebagai darul hijrah, adapun
negeri kaum muslimin lainnya adalah darul kufur dan harb.”
KAPAN KHAWARIJ AKAN MUNCUL?
Jika bid’ah takfir dan bid’ah pembangakangan terhadap penguasa dan kaum
muslimin telah saling berpadu, maka telah bersatulah pasangan serasi
dalam sebuah pesta besar! Para pelayan yang dungu telah mengatur segala
sesuatunya. Berjalan kesana kemari mengurus pesta besar tersebut!
Menghidangkan kepada para undangan -kaum militan- beraneka ragam
kesesatan dan penyimpangan dari aqidah dan manhaj dalam bentuk perbaikan
dan penjelasan. Dihidangkan di atas meja yang berlapiskan kezuhudan dan
kewaraan semu, sementara hakikatnya adalah kehancuran dan kebinasaan.
Kemah-kemah telah dipancangkan, para kekasih telah saling berpasangan,
rekan-rekan telah saling bersatu, harta telah dihamburkan, peran
masing-masing telah dibagi-bagikan, mereka anggap genderang jihad telah
bergema!
Jangan terkecoh! Sebenarnya itulah genderang setan Khawarij, yang ditabuh pada saat Ahlus Sunnah terlelap dan tercerai berai!
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa
(XIX/89): “Orang yang mencela hukum yang diputuskan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam atau pembagian yang beliau tetapkan
-seperti yang dilakukan oleh Khawarij- pada dasarnya telah mencela
Kitabullah dan telah menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam, telah menyempal dari kaum muslimin. Kekuatan setan Khawarij
ini dapat diredam pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman
Radhiyallahu anhum ketika kaum muslimin masih bersatu padu. Ketika umat
ini telah terpecah belah pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu anhu, setan Khawarij ini merasa mendapat angin untuk
melancarkan aksinya! Merekapun bergerak, mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah
Radhiyallahu anhuma serta orang-orang yang mendukung mereka berdua.
Akhirnya mereka diperangi oleh kelompok yang paling mendekati kebenaran,
yaitu kelompok Ali bin Abi Thalib, sebagimana disebutkan dalam kitab
Ash-shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda:
تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عَلىَ حِيْنِ فِرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ, تَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالحَقِّ
Akan muncul nanti satu kelompok yang menyempal dari kaum muslimin
ketika mereka terpecah menjadi dua golongan. Kelompok itu akan diperangi
oleh golongan yang paling mendekati kebenaran.
Semoga Allah
merahmati Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang telah mengungkap rahasia
yang tersembunyi dibalik jubah Khawarij. Membeberkan asas dasar mereka,
ekses-ekses negatifnya dan akibatnya yang sangat berbahaya terhadap
umat, terutama ketika umat ini dalam kondisi terpecah belah dan lemah.
Tentunya kita sangat membutuhkan buku-buku karangan beliau, dan juga
buku-buku seluruh ulama Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dalam memahami
kaidah-kaidah agama dan ushuluddin dan syariat. Hanya Allah sajalah yang
kuasa memberi petunjuk kepada jalan yang benar, khususnya dalam kondisi
umat yang dirudung fitnah dan lemah sekarang ini.
(Diterjemahkan secara bebas oleh: Abu Ihsan Al-Atsari Al-Medani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar