Kesyirikan
adalah menyerahkan ibadah kepada selain Allah (Silahkan kembali baca
http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/128-bantahan-terhadap-abu-salafy-seri-7-qperkataan-abu-salafy-berdoa-kepada-selain-allah-tidak-mengapa-selama-tidak-syirik-dalam-tauhid-rububiyahq,
juga tentang hakekat kesyirikan kafir Quraisy di http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/126-bantahan-terhadap-abu-salafy-seri-5-hakikat-kesyirikan-kaum-muysrikin-arab)
Adapun
Kesyirikan menurut Al-Khumaini hanyalah jika seseorang meyakini adanya
Rob (Tuhan/Pencipta) selain Allah, adapun jika seseorang sujud dan
berdoa kepada makhluk –selama tanpa disertai keyakinan bahwa makhluk
tersebut adalah Rob Pencipta- maka hal ini bukanlah kesyirikan !!!
Atas
dasar definisi kesyirikan ala Al-Khumaini ini maka melazimkan bahwa
kaum musyrikin Quraisy dahulu tidaklah terjatuh dalam kesyirikan, karena
mereka mengakui bahwasanya Pencipta hanya satu yaitu Allah. (lihat
kembali
http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/82-persangkaan-abu-salafy-al-majhuul-bahwasanya-kaum-musyrikin-arab-tidak-mengakui-rububiyyah-allah)
Perhatikanlah pernyataan-pernyataan Al-Khumaini berikut ini :
PERTAMA
: Meminta kepada makhluk bukanlah kesyirikan selama meyakini bahwa
makhluk tersebut bukanlah Tuhan Pencipta, akan tetapi telah diberi
kekuatan oleh Allah
"Karenanya
jika seseorang meminta kepada seseorang selain Allah suatu amal yang
penting baik amalan kecil dengan menjadikan orang tersebut sebagai Rob
maka ia adalah seorang musyrik berdasarkan hukum akal dan Al-Qur'an.
Adapaun jika ia meminta kepadanya dengan dasar bahwa Rob Pencipta alam
telah memberikan kepadanya kekuatan dan ia butuh kepada Allah serta
tidak independent dalam amalan ini maka ini bukanlah amal ketuhanan, dan
meminta dipenuhinya hajat darinya tatkala itu bukanlah keysirikan"
(Kasyful Asroor hal 54-55)
KEDUA : Meminta kepada mayat bukanlah kesyirikan. Bahkan meminta kepada BATU bukanlah kesyirikan!!!
Al-Khumainy berkata :
"Bisa
jadi dikatakan bahwasanya kesyirikan adalah meminta mayat-mayat untuk
menunaikan hajat, karena mayat tidak memberi manfaat dan mudhorot, baik
mayat seorang nabi maupun seorang imam, karena mayat-mayat seperti
benda-benda mati.
Jawaban atas persangkaan ini :
Pertama :
Kalian tidak menjelaskan kepada kami makna kesyirikan dan kekufuran
hingga kalian menganggap semua yang kami inginkan merupakan
kesyirikan–berdasarkan pendapat kalian-. Dan setelah jelas bahwasanya kesyirikan
adalah meminta sesuatu kepada seseorang selain Allah atas dasar ia
adalah Rob (Tuhan/Pencipta), adapun selain ini maka bukanlah kesyirikan.
Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara yang hidup dan yang mati.
Bahkan meminta dipenuhi hajat dari batu dan tanah maka bukanlah
kesyirikan, meskipun hal ini adalah perbuatan yang sia-sia dan batil" (Kasyful Asroor hal 56)
Subhaanallah…meminta kepada batu bukanlah kesyirikan ?? inilah hakekat agama syi'ah !!!
KETIGA : Ruh seseorang setelah mati maka semakin hebat dan semakin diberi kekuatan oleh Allah dan semakin tinggi kedudukannya.
Al-Khumaini berkata "
"Kami
meminta bantuan dari ruh-ruh para nabi dan ruh-ruh para imam yang suci
yang telah dianugerahi qudroh (kemampuan/kekuatan) oleh Allah. Dan telah
ditetapkan dengan dalil-dalil yang qot'i (pasti) serta dalil-dalil akal
yang jelas dalam falsafat yang tinggi bahwasanya ruh itu tetap ada
setelah kematian dan kemampuan ruh-ruh untuk meliputi alam ini secara
sempurna setelah kematian lebih tinggi. Dan para ahli filsafat meyakini
mustahil rusaknya ruh, dan hal ini merupakan perkara filsafat yang
–sejak awal munculnya filsafat- jelas diterima oleh para ulama serta
para pembesar ahli filsafat sebelum Islam dan sesudah Islam. Kemudian
perkara ini jelas diterima oleh seluruh agama, baik kaum yahudi, kaum
nasrani, maupun kaum muslimin, dan mereka menganggap perkara ini
merupakan doruuri dan badihi (perkara pokok/mendasar/yang harus ada)
dalam agama mereka" (Kasyful Asroor hal 56)
Lihatlah bagaimana
aqidah Khumaini, untuk melegalkan kesyirikan meminta kepada mayat-mayat.
Justru ia meyakini bahwa setelah kematian mayat-mayat lebih hebat
karena telah diberi kemampuan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan
manusia, bahkan untuk meliputi alam secara sempurna???
Dalilnya
apa ..??!! tidak satu ayatpun…apalagi hadits…, yang ada hanyalah
keyakinan kaum ahli filsafat yunani yang tidak beragama, bukan yahudi
dan juga bukan nasoro. Itulah landasan pijakan Khumaini !!!
Bandingkanlah
aqidah Al-Khumaini ini dengan aqidah kaum sufi. Dimana sebagian kaum
sufi melegalkan untuk berdoa kepada wali (bahkan kepada wali yang sudah
meninggal) dengan dalih bahwasanya wali telah diberi kekuasaan dengan
izin Allah. Seorang tokoh sufi besar yang bernama At-Tijaani memperkuat
keyakinan ini. Berkata penulis kitab Jawaahirul Ma'aani fi Faydi
Sayyidi Abil 'Abaas At-Tiijaani (Ali Al-Faasi) :
Adapun perkataan penanya : Apa makna perkataan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaani radhiallahu 'anhu : "Dan perintahku dengan perintah Allah, jika aku berkata kun (jadi) makan (yakun) terjadilah" …dan juga perkataan sebagian mereka : "Wahai angin tenanglah terhadap mereka dengan izinku" dan perkataan-perkataan para pembesar yang lain radhiallahu 'anhum yang semisal ini, maka berkata
(At-Tijaani) radhiallahu 'anhu : "Maknanya adalah Allah memberikan
kepada mereka Khilaafah Al-'Udzma (kerajaan besar) dan Allah menjadikan
mereka khalifah atas kerajaan Allah dengan penyerahan kekuasaan secara
umum, agar mereka bisa melakukan di kerajaan Allah apa saja yang mereka
kehendaki. Dan Allah memberikan mereka kuasa kalimat "kun", kapan saja
mereka berkata kepada sesuatu "kun" (jadilah) maka terjadilah tatkala
itu" (Jawaahirul Ma'aani wa Buluug Al-Amaani 2/62)
Hal ini
juga dikatakan oleh tojoh sufi zaman kita yang bernama Habib Ali
Al-Jufri, ia berkata bahwasanya wali bisa menciptakan bayi di rahim
seorang wanita tanpa seorang ayah dengan izin Allah (silahkan lihat http://www.youtube.com/watch?v=kDPMBJ7kvfI)
Bandingkan pula aqidah Al-Khumaini ini dengan tokoh sufi zaman sekarang
yang sangat digandrungi oleh aswaja Indonesia. Yaitu Muhammad Alwi
Al-Maliki, ia berkata di kitabnya mafaahiim yajibu an tushohhah :
فَالْمُتَصَرِّفُ
فِي الْكَوْنِ هُوَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَلاَ يَمْلِكُ أَحَدٌ
شَيْئاً إِلاَّ إِذَا مَلَّكَهُ اللهُ ذَلِكَ وَأَذِنَ لَهُ فِي
التَّصَرُّفِ فِيْهِ
"Maka yang mengatur di alam semeseta adalah Allah subhaanahu wa ta'aala, dan tidak seorangpun memiliki sesuatupun kecuali jika Allah menjadikannya memilikinya dan mengizinkannya untuk mengaturnya"
Ia juga berkata tentang kondisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah wafatnya Nabi :
فَإِنَّهُ
حَيِّيُ الدَّارَيْنِ دَائِمُ الْعِنَايَةِ بِأُمَّتِهِ، مُتَصَرِّفٌ
بِإِذْنِ اللهِ فِي شُؤُوْنِهَا خَبِيْرٌ بِأَحْوَالِهَا
"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hidup di dunia dan akhirat, senantiasa memperhatikan umatnya, mengatur urusan umatnya dengan izin Allah dan mengetahui keadaan umatnya"
Bandingkan pula aqidah Al-Khumaini dengan perkataan Habib Munzir berikut ini :
"Istighatsah
adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk
sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis
mereka itu hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariah islam,
pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya
adalah hal yg diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan
diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah swt, tak pula terikat ia
masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang mengatakan ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata,
karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt, maka
kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharrat
kecuali dengan izin Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang
mati tak bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat,
maka ia dirisaukan telah jatuh dalam kekufuran karena
menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian adalah
mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan
kekuasaan Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian"
(Kenalilah Aqidahmu 2 hal 75-76)
KEEMPAT : Meminta kesembuhan dari tanah bukanlah kesyirikan
Al-Khumaini berkata :
"Diantara pertanyaan mereka adalah, apakah meminta kesembuhan dari tanah merupakan keysirikan atau tidak?
Jawabannya
telah jelas setelah memperhatikan makna syirik. Kesyirikan –sebagaimana
yang kalian ketahui- adalah keyakinan bahwasanya seseorang adalah Rob
(Tuhan/Pencipta) atau ia diibadahi atas dasar ia adalah Rob, atau
meminta dipenuhinya hajat kepada seseorang atas dasar keyakinan bahwa ia
independent dalam memberikan pengaruh…
Jika seseorang meminta
kesembuhan dari tanah atau dari apapun dengan dasar ia adalah Rob atau
Syarikat Allah atau Rob lain yang berlawanan dengan Allah yang
independent dalam memberi pengaruh atau atas dasar keyakinan bahwasanya
penghuni kuburan adalah Rob maka ini merupakan kesyirikan, bahkan
kegilaan. Adapun jika karena meyakini bahwasanya Allah maha kuasa atas
segala sesuatu dan telah menjadikan kesembuhan pada semangkuk pasir
untuk memuliakan orang yang mati syahid yang telah mengorbankan
kehidupannya untuk di jalan Allah, maka hal ini sama sekali tidak
melazimkan adanya kesyirikan dan kekufuran" (Kasyful Asroor hal 65)
Karenanya kita tidak heran jika melihat kaum syi'ah berebutan mengambil
pasir yang ada di kuburan ahlul bait di Baqii' di kota Madinah.
Khumaini
berdalil sesukanya…, tidak ada seorangpun yang meragukan kekuasaan
Allah. Jangankan pasir…bahkan jika Allah berkehendak tentunya Allah
mampu menjadikan apapun sebagai obat –bahkan kotoran-!!. Akan tetapi
mana dalilnya…?, mana ayatnya…?, mana haditsnya…?, mana amal
perbuatan/perkataan sahabat…?, mana perbuatan tabi'in…?, mana
perbuatan/perkataan 4 imam madzhab…?, yang menunjukkan bahwa Allah telah
menjadikan pasir di kuburan orang sholeh sebagai obat??
Ternyata : aqidah ini juga tersebar di kalangan sebagian aswaja yang berebut-rebutan mengambili pasir dari kuburan Gus….!!!!
KELIMA : Aqidah Syia'h : meminta syafaat kepada mayat
Al-Khumaini berkata :
"Meminta syafaat kepada mayat adalah kesyirikan"
Jawabannya
sebagaimana telah lalu secara terperinci bahwasanya para pemberi
syafaat setelah meninggalkan dunia ini mereka bukanlah mayat. Bahkan
–sebagaimana telah kami jelaskan- akan hidupnya ruh-ruh mereka dan
abadinya ruh-ruh tersebut di alam serta meliputinya ruh-ruh tersebut
terhadap alam ini merupakan perkara yang jelas diterima dalam filsafat
kuno dan filsafat eropa ar-ruhiyah.
Kalaulah seandainya Nabi dan
Imam setelah meninggal menjadi kayu dan batu dan benda mati lainnya
–sebagaimana ungkapan mereka (*yaitu kaum wahabi)-, maka lantas kenapa
meminta syafaat menjadi kesyirikan?, paling parah ini hanyalah merupakan
perbuatan yang tidak ada faedahnya" (Kasyful Asroor hal 93)
Perhatikanlah
para pembaca, Al-Khumaini menegaskan kembali bahwasanya meminta syafaat
kepada kayu, batu, dan benda-benda mati bukanlah kesyirikan, akan
tetapi hanya sekedar perbuatan yang tidak berfaedah. Hanya menjadi
kesyirikan menurut Al-Khumaini jika meyakini bahwa batu tersebut adalah
Rob/pencipta.
Dari pernyataan Al-Khumaini ini jelas bagi kita
bahwa meminta syafaat kepada mayat merupakan aqidah orang syi'ah….
Ternyata aqidah ini sangat laris di kalangan kaum sufi !!!
KEENAM : Berdoa kepada Nabi atau Imam agar Allah mengampuni dosa merupakan aqidah Syi'ah
Al-Khumaini berkata ;
"Jawabannya,
sesungguhnya syafaat bukanlah amalan ilahiyah (ketuhanan), karena pada
hakekatnya adalah berdoa kepada Nabi dan Imam agar Allah mengampuni dosa
orang ini. Dan ini adalah perbuatan seorang hamba dan bukan perbuatan
Allah" (Kasyful Asroor hal 93).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar