SEJARAH IKHWANUL MUSLIMIN
Ikhwanul Muslimin adalah pergerakan Islam - yang didirikan oleh Hasan
Al-Banna (1906-1949 M) di Mesir pada tahun 1941 M. Diantara tokoh-tokoh
pergerakan itu ialah : Said Hawwa, Sayyid Quthub, Muhammad Al-Ghazali,
Umar Tilimsani, Musthafa As-Siba`i, dan lain sebagainya.
Sejak awal mula didirikan pergerakan ini banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Jamaludin Al-Afghani, seorang penganut Syi`ah Babiyah, yang
berkeyakinan wihdatul wujud. Dan keyakinan bahwa kenabian dan kerasulan
diperoleh lewat usaha, sebagaimana halnya menulis dan mengarang. Dia
(Jamaludin Al-Afghani) kerap mengajak kepada pendekatan Sunni-Syiah
[Tidak,..Demi Allah . Hal ini tidak akan terwujud.Semua ini hanyalah
khayalan biasa laksana menanam di lautan.Bagaimana tidak , dapatkah api
bersatu dengan air ??-cat kaki], bahkan juga mengajak kepada persatuan
antar agama [lihat dakwah Ikhwanul Muslimin fi Mizanil Islam. Oleh Farid
bin Ahmad bin Manshur hal. 36)]
Gerakan itu lalu bergabung ke banyak negara seperti: Syiria, Yordania,
Iraq, Libanon, Yaman, Sudan dan lain sebagainya. (lihat Al-Mausu`ah
Al-Muyassarah hal. 19-25). Ia (Jamaludin Al-Afghani) telah dihukumi
/dinyatakan oleh para ulama negeri Turki, dan sebagian masyayikh Mesir
sebagai orang Mulhid, kafir, zindiq, dan keluar dari Islam.
Farid bin Ahmad bin Manshur menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin banyak
dipengaruhi oleh pemikiran Jamaludin Al-Afghani pada beberapa hal,
diantaranya:
[1]. Menempatkan politik sebagai prioritas utama
[2]. Mengorganisasikan secara rahasia
[3]. Menyerukan peraturan hukum demokrasi
[4]. Menghidupkan dan menyebarkan seruan nasionalisme
[5]. Mengadakan peleburan dan pendekatan dengan Syiah Rafidhah, berbagai
kelompok sesat, bahkan kaum Yahudi dan Nashrani. [Lihat Ad-Dakwah hal
47}
Oleh sebab itu, jamaah Ikhwanul Muslimin banyak memiliki penyimpangan
dari kaidah-kaidah Islam yang dipahami As-Salaf As-Shalih. Di antara
penyimpangan tersebut misalnya:
TIDAK MEMPERHATIKAN MASALAH AQIDAH DENGAN BENAR
(Syaikh Abdul Aziz bin Bazz berkata sebagaimana dalam majalah Al-Majalah
edisi 806 tanggal 25/2/1416 H halaman 24 :.."Harokah Ikhwanul Muslimin
telah dikritik oleh para ahlul 'ilmi yang mu'tabar ? terkenal-.Salah
satunya (karena) mereka tidak memperhatikan masalah da'wah kepada tauhid
dan memberantas syirik serta bid'ah.
Maka sewajibnya bagi Ikhwanul
Muslimin untuk memperhatikan da'wah Salafiyah da'wah kepada tauhid,
mengingkari ibadah kepada kubur-kubur dan meinta pertolongan kepada
orang-orang yang sudah mati seperti Hasan, Husein, Badawi dan
sebagainya.Wajib bagi mereka untuk mempunyai perhatian khusus dengan
makna Laa Ilaaha Illallah Karena inilah pokok agama dan suatu yang
pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
yang mulia di kota Mekkah!!) Bukti nyata bahwa jama'ah Ikhwanul Muslimin
tidak memeperhatikan perkara aqidah dengan benar, adalah banyaknya
anggota-anggota yang jatuh dalam kesyirikan dan kesesatan, serta tidak
memiliki konsep aqidah yang jelas.
Hal itu juga bahkan terjadi pada para pemimpin dan tokoh-tokohnya, yang
menjadi ikutan bagi anggota-anggotanya seperti: Hasan Al-Banna, Said
Hawwa, Sayyid Quthub, Muhammad Al-Ghazali, Umar Tilimsani, Musthafa
As-Siba`i dan lain sebagainya.
Seorang tokoh Islam (Muhammad bin Saif Al-A`jami) menceritakan bahwa
Umar Tilimsani yang menjabat Al-Mursyidu Al-`Am dalam organisasi
Ikhwanul Muslimin dalam jangka waktu yang lama, pernah menulis buku yang
berjudul "Syahidu Al-Mihrab Umar bin Al-Khattab (Umar bin Al-Khattab
yang wafat syahid dalam mihrab) "Buku ini penuh dengan ajakan kepada
syirik, menyembah kuburan, membolehkan beristighatsah kepada kuburan dan
berdoa kepada Allah Azza wa Jalla di samping kubur. Tilimsani juga
menyatakan bahwa kita TIidak Boleh melarang dengan keras penziarah kubur
yang melakukan amalan seperti itu.
Coba simak teks perkataannya pada hal 225-226: "Sebagian orang
menyatakan bahwa Rasulullah memohonkan ampun untuk mereka (penziarah
kubur) tatkala beliau masih hidup saja. Tetapi saya tidak mendapatkan
alasan pembatasan itu pada masa hidup beliau saja. Dan di dalam
Al-Quran, tidak ada yang menunjukkan adanya pembatasan tersebut".
Di sini, dia menganggap bahwa memohon kepada Rasulullah sesudah kematian
beliau, beristighatsah dan beristghfar dengan perantaraannya, hukumnya
boleh-boleh saja. Pada hal 226 dia juga menyatakan: "Oleh karena itu
saya cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa beliau telah
memohonkan ampunan dikala beliau masih hidup, maupun sesudah matinya -
bagi siapa yang mendatangi kuburan yang mulia".
Pada halaman yang sama dia juga menyebutkan :"Oleh karena itu, kita
tidak perlu berlaku keras dalam mengingkari orang yang meyakini karamah
para wali, sambil berlindung kepada mereka di kuburan-kuburan mereka
yang disucikan, berdoa kepada mereka tatkala tertimpa kesusahan. Yang
juga mereka yakini bahwa karamah para wali tersebut termasuk
kemu`jizatan para nabi."
Kemudian pada halaman 231 ia menyatakan: "Maka kita tidak perlu
memerangi wali-wali Allah Azza wa Jalla dan orang-orang yang menziarahi
serta berdoa disamping kuburan-kuburan mereka".
Demikianlah, tidak ada satupun bentuk syirik terhadap kuburan yang tidak
dibolehkan sebagaimana yang dikatakan oleh ``Al-Mursyidu Al-`Am dari
Ikhwanul Muslimin itu. Karena kegandrungannya dan kecintaannya yang
mendalam terhadap bentuk-bentuk perbuatan syirik dan kufur semacam
inilah, sehingga Tilimsani menyatakan: "Maka kita tidak perlu memerangi
(orang yang mereka anggap) wali-wali Allah Azza wa Jalla dan orang-orang
yang menziarahi serta berdoa disamping kuburan-kuburan mereka".
Tilimsani sendiri juga hidup di Mesir yang terdapat banyak
kuburan-kuburan dimana dilakukan syirik terbesar, bahkan lebih besar
dari syirik ummat jahiliyah pertama.Kuburan-kuburan dijadikan tempat
berthawaf dan tempat memohon segala sesuatu yang seharusnya hanya
ditujukan kepada Allah .
Di antara yang mereka anggap wali, kebanyakannya adalah kumpulan
orang-orang zindiq dan mulhid, seperti: Sayyid Da`iyyah fathimi yang tak
pernah melakukan shalat. Diantaranya juga ada Kaum Sufi yang
"keblinger", seperti: Syadzili, Dasuki, Qonawi dan lain sebagainya, yang
ada disetiap kota dan pedesaan. Orang-orang itulah yang jadi wali-wali
mereka. Dan kuburan-kuburan mereka itulah yang dipublikasikan oleh
''Al-Mursyidu Al-`Am/pemimpin umum'' dari Ikhwanul Muslimin itu.
Dia kembali menyatakan pada halaman 231 sebagai berikut: ''Meskipun hati
saya sudah demikian cinta, suka dan bergantung kepada wali-wali Allah
itu, meskipun saya amat gembira dan senang menziarahi mereka di
tempat-tempat kediaman abadi mereka dengan melakukan hal-hal merusak
aqidah tauhid - menurut anggapannya - akan tetapi saya tidak
berorientasi penuh untuk mempropagandakannya. Hal itu hanya sebatas soal
intuisi/perasaan.
Dan saya katakan kepada mereka yang bersikap ekstrim dalam
mengingkarinya: "Tenanglah, di dalam masalah ini tidak ada perbuatan
syirik, penyembahan berhala, maupun ilhad/kekufuran.''
Maka apalagiI yang bisa diharapkan dari keyakinan yang merancukan aqidah
dan tauhid, sehingga berdoa kepada orang yang sudah mati disamping
kuburan-kuburan mereka kala ditimpa kesusahan dianggap hanya soal
perasaan yang tidak mengandung syirik dan penyembahan berhala, seperti
yang diungkapkan Al-Mursyidu Al-`Am dari Ikhwanul Muslimun tersebut ?
Mushthafa As-Siba`i, Al-Mursyidu Al-`Am dari Ikhwanul Muslimin dari
Syiria pernah menggubah qashidah yang dibacakannya di kuburan Nabi. Yang
di antara bait-baitnya adalah: ''Wahai tuanku, wahai kekasih Allah. Aku
datang diambang pintu kediamanmu mengadukan kesusahanku karena sakit.
Wahai tuanku, telah berlarut rasa sakit dibadanku. Karena sangat
sakitnya, akupun tak dapat mengantuk maupun tidur.....'' [Lihat
Al-Waqafat hal. 21-22]
Dari kedua bait diatas, kita dapat memahami bahwa dia telah melakukan
istighatsah kepada Rasulullah yang jelas merupakan perbuatan syirik yang
dilarang oleh Allah dan Rasulullah-Nya Shalallahu 'Alaihi wa Sallam .
Hasan Al-Banna juga mengambil aqidah dari thariqot sufiah quburiah yang
bernama Al-Hashofiah. Dia berkata dalam kitabnya Mudzakkirot Ad-Dakwah
Ad-Adalah'iah hal-27 :"Aku bersahabat dengan para anggota kelompok
hasafiah di Damanhur. Dan aku selalu hadir setiap malam (bersama mereka)
di mesjid At-Taubah."
Berkata Jabir Rozaq dalam kitabnya "Hasan Al-Banna bi Aqlami
talamidzatihi wa ma'asirihi" hal-8 :"Dan di Damanhur mejadi kokohlah
hubungan Hasan Al-bana dengan anggota-anggota al-Hashofiah,dan beliau
selalu hadir setiap malam bersama mereka di masjid at-Taubah. Dia ingin
mengambil (pelajaran) thariqot mereka sehingga berpindah dari tingkatan
mahabbah ke tingkatan at-taabi' al-mubaya" [Lihat Da'wah al-Ikhwan
al-Muslimin hal-63]
Bahkan Hasan Al-Banna sendiripun sebagai pendiri jamaah Ikhwanul
Muslimin, nampak sebagai orang yang awam dalam perkara aqidah tauhid.
Disebutkan dalam buku Al-Waqafat hal. 21-22, bahkan dia pernah berkata:
''Dan doa kepada Allah ababila disertai tawassul/mengambil perantaraan
salah satu makhluknya adalah perselisihan furu` dalam cara berdoa, dan
bukan termasuuk perkara aqidah.''
Dalam masalah asma` dan sifat Allah, dia termasuk pengikut madzhab
Tafwidh, yaitu madzhab yang tidak mau tahu dan meyerahkan begitu saja
perkara asma` dan sifat Allah, tanpa meyakini apa-apa. Itu adalah
madzhab sesat, bukan sebagaimana madzhab As-Salaf As-Shalih yang
meyakini makna-makna asma` dan sifat Allah, namun menyerahkan
hakikat/bagaimana asma` dan sifat tersebut kepada-Nya.
Hasan Al-Banna menyatakan dalam buku Al-Aqaid hal. 74: ''Sesungguhnya
pembahasan dalam masalah ini (asma` dan sifat), meski dikaji secara
panjang lebar, akhirnya akan menghasilkan kesimpulan yang sama, yaitu
tafwidh (tersebut di atas)[Syaikhul Islam berkata dalam kitabnya "Daaru
ta'arubil aqli wa naqli ,Juz 1 hal 201-205 :
"Adapun tafwidh, maka sudah
merupakan hal yang maklum, bahwa Allah memerintahkan kita semuanya untuk
merenungi Al Qur'an, memahaminya, dan menghayatinya, maka bagaimanakah
kita akan berpaling dari memahaminya dan mendalaminya,...hingga beliau
berkata : "Dari sini jelaslah bahwa perkataan ahlu tafwidh yang mengaku
mengikuti Sunnah dan Salaf termasuk sejelek-jelek perkataan ahlu bid'ah
dan ilhad (lih pula qowaidhul mutsla hal 44 oleh Syaikh Sholeh
Utsaimin)].
Tokoh besar mereka yang lain yang serupa keadaannya adalah Sa`id Hawwa.
Dia beranggapan bahwa umat Islam pada setiap masanya, (lebih banyak
-red) yang beraqidah Asy-`Ariyyah-Maturidiyyah (termasuk golongan
pentakwil sifat). Sehingga dengan itu beliau berangapan bahwa itulah
aqidah yang sah dalam Islam. (lihat jaulah fil fiqhain - Sa`id Hawwa).
Sayyid Quthub pun memiliki aqidah wihdatul wujud. Dia berkata dalam
kitabnya Dzilalu Al-Qur'an jilid 6 hal-4002 : "Hakekat yang ada adalah
wujud yang satu. Maka di alam ini tidak ada yang hakekat kecuali hakekat
Allah. Dan di sana tidak ada wujud yang hakiki kecuali wujud-Nya.
Perwujudan selain Allah hanyalah sebagai perwujudan yang bersumber dari
perwujudan yang hakiki itu".
[Tentang Sayyid Qutb ,maka sungguh Syaikh Robi' Ibnu Hadi Al-Madkhali
telah mewakili segenap para 'ulama dan para penuntut ilmu dalam
mengungkap kesesatan dan penyimpangannya (Sayyid Qutb), yaitu dalam 4
buah kitabnya :
[1]. Adzwa' Islamiyyah 'alaa Aqidati Sayyid Quthub,
[2]. Mathoin Sayyid Quthub fii Ash-Shahabah
[3]. Al-awaashim minma fii kutubi sayyid Quthub min Al-Qawasim
[4]. Al-Haddul faashil bainal haqqi wal bathil.
Ringkasnya "celaannya†(Sayyid Qutb) kepada Musa Alaihi Salam,
celaannya kepada para shahabat Radhiallahu anhum, khususnya Ustaman bin
Affan Radhiallahu anhu , perkataannya bahqwa Al-Qur’an adalah Mahluk,
dan WIihadtul Wujud, Menta’thil (mengingkari) sifat-sifat Allah
sebagaimana Jahmiyyah, tidak menerima hadits-hadits ahad yang shahih
dalam aqidah,..dsb- lebih jelasnya bacalah kitab-kitab diatas dan sudah
tercetak]
Selain itu dia juga tidak bisa membedakan antara tauhid rububiah dan
tauhid uluhiah. Dan dia menyangka bahwa yang menjadi perselisihan antara
para Nabi dengan umat mereka adalah dalam masalah tauhid rububiah bukan
uluhiah.
Dia berkata dalam Dziilalu Al-Qur'an 4/1847 : " Bukanlah perselisihan
seputar sejarah antara jahiliah dan Islam, dan bukan pula peperangan
antara kebenaran dan thogut pada masalah uluhiah Allah ...." dan juga
perkataannya dalam hal-1852: "Hanya saja perselisihan dan permusuhan
adalah pada masalah siapakah Rob manusia yang menghukumi manusia dengan
syari'at-Nya dan mengatur mereka dengan perintah-Nya dan memerintahkan
mereka untuk beragama dan taat kepada-Nya" [Lihat Adwa'un Islahiah karya
Syaikh Robi' pada hal-65]
MENGHIDUPKAN BID'AH
Jamaah Ikhwanul Muslimin juga banyak sekali menghidupkan bidah. Sa`id
Hawwa menyatakan dalam bukunya At-Tarbiyyah Ar-Ruhiyyah (pembinaan
mental): ''Ustadz Al-Banna beranggapan bahwa menghidupkan hari-hari
besar Islam (selain dua hari `ied), adalah termasuk tugas
harakah-harakah (gerakan) Islam. Beliau juga menganggap bahwa suatu hal
yang aksiomatik alias pasti, kalau dikatakan bahwa pada zaman modern ini
memperingati hari besar semacam maulid nabi dan yang sejenisnya, dapat
diterima secara fiqih dan harus mendapat prioritas tersendiri.
Dikisahkan juga oleh Mahmud Abdul Halim dalam bukunya Ahdats Shana`atha
At-Tarikh (1/109) bahwa ia sering bersama-sama Hasan Al-Banna menghadiri
maulid nabi. Ia (Hasan Al-Banna) sendiri terkadang maju kepentas untuk
menyanyikan nasyid (nyanyian) maulid nabi dengan suara keras dan
nyaring. Setelah menukil banyak kisah Al-Banna tersebut, Syaikh Farid
berkomentar:
''Semoga Allah memerangi pelaku-pelaku bidah. Alangkah bodohnya mereka,
alangkah lemahnya akal mereka. Sesungguhnya mereka melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak pantas dilakukan bahkan oleh anak kecil
sekalipun.''
Dalam lembaran-lembaran majalah Ad-Dakwah, yang dipimpin oleh Umar
At-Tilimsani tatkala dia masih menjabat salah satu Mursyid partai
Ikhwanul Muslimin (nomor 21 hal 16/Rabi`ul Awwal 1398 H), tercetus
banyak ungkapan yang penuh dengan kebidahan dan ghuluw
(pengkhutusan/berlebih-lebihan) terhadap Nabi.
Di antaranya dalam makalah di bawah judul : Fi dzikra maulidika ya
dhiya` Al-Alamin (dalam memperingati hari kelahiranmu, wahai sinar alam
semesta)
TA'ASHUB / FANATIK TERHADAP PENDAPAT ULAMANYA
Syaikh Muqbil menyatakan dalam Al-Makhraj Minal Fitan hal. 86:
''(banyak) dari kalangan pengikut Ikhwanul Muslimin yang mengetahui
bahwa mereka bodoh dalam masalah dien. Apabila kita menyatakan kepadanya
: ini halal, atau ini haram adalah sudah kita tegakkan dalil-dalilnya,
ia akan mengelak sambil menjawab: Yusuf Qordhawi di dalam al-halal wal
haram bilang begini, Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah, atau Hasan
Al-Banna di dalam Ar-Rasail atau Sayid Quthub dalam tafsir Fi Dzi lalil
Quran bilang begini! Bolehkah dalil-dalil yang jelas dipatahkan dengan
ucapan-ucapan mereka?''
Karena itulah banyak diantara mereka yang masih meremehkan hukum
''merokok'' misalnya, yang telah ditegaskan keharamannya oleh ulama
ahlul hadits, lewat berbagai tinjauan, karena mengikuti fatwa syaikh
mereka Yusuf Qordhawi yang tidak jelas dalam menerangkan hukumnya.
MANHAJ DAKWAH YANG MELENCENG DARI SYARIAH
Kerusakan manhaj dakwah mereka diawali oleh propaganda "Tauhidu
As-Sufuf" (menyatukan barisan) kaum muslimin yang mereka
dengung-dengungkan. Dimana propaganda itu berkonotasi mengabaikan adanya
berbagai penyimpangan aqidah yang membaluti tubuh umat Islam. Menurut
mereka, cukup kita meneriakan : wa Islamah (wahai Islam), maka kita pun
bersatu.
Hasan Albana pernah berkata :
"Dakwah Ikhwanul Muslimin tidaklah ditujukan untuk melawan satu aqidah,
agama, ataupun golongan, karena faktor pendorong perasaan jiwa para
pengemban dakwah jama'ah ini adalah berkeyakinan fundamental bahwa semua
agama samawi berhadapan dengan musuh yang sama, yaitu atheisme�
[Lihat qofilah Al-Ikhwan As-siisi 1/211].
Utsman Abdus Salam Nuh mengomentari ucapan itu dalam bukunya At-Thoriq
ila Jama'ati Al-Umm halaman 173: "Bagaimana bisa disebut dakwah
Islamiah, kalau tidak sudi memerangi aqidah-aqidah yang menyimpang,
sedangkan Islam sendiri diturunkan untuk memberantas berbagai
penyimpangan keyakinan dan membersihkan hati manusia dari
keyakinan-keyakinan itu.
Inti pemahaman inilah yang akhirnya melahirkan gerakan yang disebut Pan
Islamisme, yang menyatukan umat Islam dengan berbagai keyakinannya
dibawah satu panji. Ikhwanul Muslimin juga banyak mempergunakan berbagai
sarana yang tidak sesuai dengan syari'at untuk mengembangkan dakwahnya.
Diantaranya : Mengadakan pertunjukan sandiwara. Dalam hal ini, Syaikh
Muqbil memberikan tanggapan :"Sesungguhnya pertunjukan sandiwara itu,
kalaupun tidak dikatakan dusta, amatlah dekat dengan kedustaan. Kita
meyakini keharamannya, selain itu juga bukan merupakan sarana dakwah
yang dipergunakan ulama kita terdahulu."
Imam Ahmad meriwayatkan satu hadits dari Ibnu Mas'ud , bahwasanya
Rosulullah bersabda : Manusia yang paling keras disikda hari kiamat
nanti ada tiga : Orang yang membunuh seorang nabi atau dibunuh olehnya,
seorang pemimipin yang sesat dan menyesatkan, dan pemain lakon
(mumatsil). [Dalam musnadnya I/407, berkata Ahmad Syakir dalam ta'liknya
IV/65 :Sanadnya shahih , dan di shahihkan pula oleh Syaikh Al Bany
dalam Ash Shohihah no. 281]
Beliau melanjutkan :``Yang dimaksud mumatsil disitu adalah pelukis atau
orang yang melakonkan perbuatannya di hadapan orang lain. Sebagaimana
ditegaskan dalam kamus``. (lihat Al-Makhroj ? Minal Fitan halaman 90).
Para ulama juga lebih mengharamkan (sandiwara) lagi, tatkala sering
terjadi dalam sandiwara seseorang harus memerankan diri sebagai orang
kafir, bahkan penyembah berhala yang mempraktekkan ibadahnya di hadapan
patung. Dan banyak lagi yang lainnya.
[Syaikh Dr. Sholeh Al Fauzan menjelaskan :"Pendapat saya , bahwa sandiwara (itu) Tidak Boleh!! Karena bebarapa sebab :
[1]. Tujuan sandiwara adalah membuat para hadirin tertawa
[2]. Tasyabuh dengan orang-orang yang tidak baik
[3]. Cara da'wah seperti ini bukanlah cara da'wah yang dicontohkan nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para Salafusholih. Sandiwara-sandiwara
tersebut tidaklah dikenal kecuali dari orang-orang kafir yang menular
kepada kaum muslimin dengan alasan da'wh.dpun menjdikn sandiwara sebagai
wasilah da'wah “ini Juga Tidak Benar, karena wasilah da'wah adalah
Taufiqiyah/ sudah tetap diatur.lih. Al Ajwibatu mufidah hal :62-63]
[Syaikh Bakar Abu Zaid berkata dalam bukunya :At-Tamstil" hal 18:
"Akhirnya para ulama peneliti mengetahui bahwa bibit sandiwara ini dari
syiar ibadah orang-orang Yunani." .Syaikh Hamud ibnu Abdillah
at-Tuwajiri juga menegaskan :"Sesungguhnya menjadikan sandiwara sebagai
sarana da'wah kepada Allah bukanlah termasuk Sunnah Rasul dan Sunnah
Khulafaur Rasyidin.Akan tetapi ini adalah cara da'wah yang diada-adakan
di jaman kita. Lihat Al Hujjatul Qowiyyah hal :64-64 oleh Syaikh
Abdussalam Ibnu Barjas, cet Daarussalaf]
MENDAHULUKAN URUSAN POLITIK DARIPADA SYARI'AT
Meski secara lahir, jama'ah Ikhwanul Muslimin selalu
menggembar-gemborkan harus tegaknya kekuasaan Islam, namun secara
mengenaskan mereka hanya menjadikan itu sebagai slogan umum yang
aplikasinya meninggalkan dakwah tauhid dan menjejali orang awam hanya
dengan propaganda politik mereka.
Kita sudah bosan dengan dengungan politik yang membuat manusia jahil
dengan agamanya, mereka hidup terpecah belah dengan tidak mengenal
agamanya, tidak mengenal bagaimana shalat yang sesuai dengan sunnah
RasulNya Shalallahu 'Alaihi wa Sallam .Apakah kita akan menyibukkan
manusia dengan politik ???Padahal keadaan umat seperti ini ???Mengapa
manusia tertipu dengan slogan ini , padahal jika mansuia belajar dien,
maka dengan sendirinya manusia akan menolak yang berasal dari luar
agamanya.
Contohnya, ketika mereka mengakui bahwa syarat pemimpin Islam yang ideal
adalah ilmu dan taqwa, mereka justru mengangkat Mujadidi sebagai
pemimpin Afghanistan, hanya demi menyenangkan banyak pihak termasuk
dunia barat.
Hal itu diungkapkan oleh Abdullah Al-Azham dalam majalah Al-Jihad nomor
52 maret 1989 : "Mujadidi adalah profil pemimpin ideal menurut dunia
Internasional khususnya barat. Hal itu akan memuluskan jalan Afghanistan
untuk menjadi negara yang diakui di dunia secara formal....."
(At-Thoriq 214) juga akan kita dapati, bahwa para pengikut gerakan
Ikhwanul Muslimin lebih banyak berbicara dan mengulas tentang politik
daripada aqidah, dalam majalah, buku-buku bahkan di podium-podium,
sampai-sampai dikala menyampaikan khotbah jum'at."
Masih banyak lagi penyimpangan dakwah Ikhwanul Muslimin yang tak mungkin
dirinci disini satu persatu. Semuanya sudah banyak diulas ulang oleh
para ulama ahlul Hadits. Yang jelas, gerakan ini turut membidani
kelahiran berbagai gerakan sejenis di berbagai negara. Di Libanon
seperti At-Tauhid, di Palestina Hammas, di Mesir Jama'ah Islamiah, di
Aljazair FIS, di Malaysia Darul Arqom, di Indonesia seperti NII (Negara
Islam Indonesia) yang sebelumnya dikenal dengan Darul Islam atau DI TII,
Al-Usroh, Komando Jihad, JAMUS (Jama'ah Muslimin), dan lain-lain.
Bluesky studio
Shoffiyah Az Zahra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar