Minggu, 19 Mei 2013

,,, DURASI MAJELIS ILMU JANGAN TERLALU LAMA ,,,


Majelis ilmu ibarat taman surga yang di dalamnya kita bisa mereguk kesegaran ilmu serta merasakan kedamaian hati yang tiada tara. Di dalam majelis ilmu ada kenikmatan yang tak ternilai harganya. Tak bisa ditebus dengan dunia dengan segala isinya.

Maka, orang yang paling beruntung adalah yang selalu menautkan hatinya di majelis ilmu. Dimanapun dia berada, rindu jiwanya selalu tertuju ke majelis ilmu. Karena di dalam majelis ilmulah dia bisa mendalami agamanya, serta selalu mendengar kalam Allah dan Rasul-Nya.

Di dalam majelis ilmu ia juga bisa menjalin silaturrahim dengan saudara-saudaranya semuslim, seiman, dan seaqidah. Saling bertegur sapa. Saling menanyakan kabar. Saling membantu. Hingga ukhuwwah terasa begitu indah dan insyaAllah tetap terjaga.

Sebaliknya, orang yang paling merugi adalah orang yang tidak pernah terbetik dalam jiwanya untuk bermajelis. Tak suka dengan majelis ilmu. Hingga ia tetap buta tentang agamanya. Ia pun tidak mengenyam kebahagiaan yang sesungguhnya.

Oleh sebab itu, pada hari ini, majelis ilmu merupakan satu keniscayaan yang-tidak bisa tidak-harus ada dalam daftar kegiatan harian seorang muslim. Entah seminggu 5x, 4x, 3x, 2x, dan paling minim 1x. Yang penting ada saat untuk menyiram tanaman iman, biar tidak layu dan akhirnya mati.

Walhamdulillah......bi'aunillahi wafadhlihi. Hari ini, majelis ilmu yang bermanhaj Ahlussunnah telah menjamur dimana-mana. Hampir di tiap kota ada kajian Islam atau majelis ilmu.

Hanya saja, satu hal yang mungkin butuh diperhatikan. Bahwa, hendaknya durasi dari majelis ilmu yang diadakan jangan terlalu lama. Sebab, panjangnya durasi bermajelis akan bisa menyebabkan waswas syaithon yang merusak hati dan niat para hadirin.

Ada kalam emas Al-Imam Az-Zuhriy rahimahullah yang sangat bagus dalam masalah ini. Beliau berkata:

"IDZAA THOOLAL MAJLISU FAKAANASY SYAITHOONU LAHU NASHIIBUN......."

(Apabila majelis terlalu memanjang waktunya, maka syaithon memiliki 'bagian' untuknya).

Apakah bagian syaithon?

Bagian syaithon adalah meniupkan taswisy (godaan, perasaan tidak enak dan gelisah) di hati para hadirin. Perasaan waswas yang bisa berujung pada kejengkelan, marah, benci, kesal, hingga menghanguskan keikhlasan yang sebelumnya telah tertanam dalam jiwa.

Misalnya, si Fulan berangkat ke majelis ilmu awalnya dengan niat benar-benar ikhlas karena Allah. Ingin belajar agama. Memperoleh ilmu agar bisa beramal dengannya. 100% ikhlas karena Allah, tanpa noda dan cela.

Namun, tatkala bermajelis, ternyata majelis itu lama sekali tak kunjung usai. Padahal dia memiliki agenda kegiatan lain yang harus dia kerjakan. Tapi majelis tidak juga berakhir. Mau pergi begitu saja juga khawatir timbul fitnah. Akhirnya Fulan ngedumel sendiri. Hatinya kesal. Agak marah juga. Agenda penting yang harusnya dia tunaikan selepas kajian jadi terbengkalai. Syaithon pun membisikinya dengan penyesalan. Ini semua akhirnya bisa jadi menggugurkan keikhlasan yang sebelumnya ada dalam hatinya.

Realita seperti ini banyak terjadi. Terutama pada kajian yang sifatnya rutin. Durasi aslinya cuma 1 jam. Tapi pada suatu hari, misalnya, molor hingga menjadi 2 jam lebih. Ini tentu melahirkan perasaan tidak nyaman. Gelisah. Kesal. Marah tapi tidak tahu harus berbuat apa. Mulailah syaithon mengambil bagiannya. Mulai bermain menggoda jiwa-jiwa yang lelah dalam kegelisahan.

Para hadirin yang menghadiri majelis ilmu tentu memiliki rencana dan hajat yang bermacam-macam selepas bermajelis. Mungkin, setelah kajian, ada yang mau kuliah ekstensi, ada yang mau ngelab buat tugas akhir, ada yang mau belajar bahasa Arab, menjenguk orang sakit, safar keluar kota, melanjutkan pekerjaan, olahraga futsal, dinner bareng, kedatangan tamu, sedang kurang enak badan, nganter anak/istri belanja sesuatu, dan lain sebagainya, dari berbagai hajat yang ada. Majelis yang tak kunjung usai akan menyebabkan kerisauan dan kejenuhan, bahkan kekesalan.

Kita tidak bisa secara mutlak menyalahkan para hadirin yang diserang rasa jenuh, risau dan kesal. Mereka manusia biasa. Mereka juga makhluq sosial yang hidup dengan banyak kepentingan dan kegiatan.

Oleh sebab itu, di sinilah diuji kefaqihan seorang da'i yang mengisi di majelis ilmu. Seorang da'i harus memiliki cara pandang yang luas, tidak egois, tidak semaunya sendiri, melainkan harus memperhatikan kondisi mad'unya. Seorang da'i harus memiliki kepekaan perasaan. Harus tahu, kapan masih bisa melanjutkan pelajaran, dan kapan harus menyudahinya. Jangan sampai panjangnya durasi majelis yang melebihi batas kesepakatan menjadikan hilangnya keberkahan dan indahnya 'taman surga'.

Saya pribadi sangat suka dengan da'i/ustadz yang selalu on time. Tepat waktu kapan harus mengakhiri majelisnya. Hadir di dalamnya terasa amat nyaman, tenang, jauh dari waswas syaithon yang mengancam keikhlasan.

Semoga bermanfaat.
Barakallahu fiikum........


Bluesky Studio Sleman Yogyakarta 20 Mei 2013
Shofiyyah Az Zahra
Sumber ori : FB Ammi Ahmad Alawi Aac

Tidak ada komentar:

Posting Komentar